Rabu, 15 Oktober 2014

leaflet hama dan penyakit tanaman cabai



kunjungan wawancara kelompok tani/KWT

LAPORAN ACARA IV
KUNJUNGAN WAWANCARA KELOMPOK TANI/KWT



Oleh :
1.        Ernesia Sekarlangit W             / 13378
2.        Kesima Bening Pagi                / 13163
3.        Retno Wahyu Sulistiyani         / 13185
4.        Rizal Dzikri                              / 13267
Golongan                : A3.2
Kelompok               : VI (enam)
Asisten                    : 1. Dasy Ratna Sari
                                  2. Neni Kholimah
                                  3. Vianita Meiranti





LABORATORIUM PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2014
I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Media massa adalah sarana untuk menyalurkan pesan oleh seseorang atau kelompok orang kepada sejumlah orang banyak yang terpencar-pencar. Media massa terbagi 2 berdasarkan waktu, yaitu media massa periodik dan non periodik. Komunikasi meliputi 5 unsur, yaitu (Effendi dan Singarimbun, 2006):
1.      Komunikator, yang melakukan atau menyampaikan pesan komunikasi.
2.      Pesan, sesuatu yang disampaikan.
3.      Medium, media atau saluran yang digunakan komunikator dalam menyampaikan pesan.
4.      Komunikan, pihak yang menjadi tujuan komunikasi atau sasaran-sasaran komunikasi.
5.      Efek, pengaruh atau dampak yang ditimbulkan pesan dalam diri komunikan.
Komunikasi massa adalah proses penyampaian informasi, ide, berita dan sebagainya kepada orang banyak. Media yang digunakan biasanya radio, televisi, surat kabar, internet, majalah, dan film. Kekuatan suatu media massa terletak pada besarnya jumlah audience yang menerima informasi yang disampaikan dengan cepat. Masing-masing media akan menimbulkan rangsangan yang berbeda-beda pada penerima informasinya sesuai daya rangsangnya, dan pengaruhnya pun akan berbeda di tiap individu (Suprapto, 2009).
Leaflet merupakan lembaran kertas berukuran kecil yang mengandung pesan tercetak untuk disebarkan kepada umum sebagai informasi mengenai suatu hal atau peristiwa (Effendy, 1989). 
Desain leaflet merupakan bentuk tradisional promosi dan periklanan. Dalam perkembangan dunia periklanan berikutnya, meskipun media elektronik mendominasi, penggunaan leaflet sebagai media periklanan masih dinilai relevan seperti pada masa-masa sebelumnya. Alasannya, desain tercetak (print/based) kerap masih diperlukan dalam keadaan tertentu, misalnya ketika layar komputer tak dapat dihidupkan karena rusak atau tidak ada listrik. Di samping itu, pada keadaan tertentu penggunaan alat-alat elektronik tertentu menjadi tidak praktis dan tidak dapat dibawa oleh khalayak yang membutuhkan. Kalaupun bisa dibawa khalayak tertunta diperlukan biaya yang tidak sedikit. Sebagai media promosi, leaflet dapat dibuat sedemikian rupa sehingga kualitasnya setara dengan bentuk-bentuk media pemasaran lain. Meskipun isinya murni dimaksudkan untuk tujuan komunikasi atau berupa pesan-pesan promosi, leaflet dapat dibuat sedemikiam rupa sehingga dapat menggambarkan dan menunjukkan citra (gambar) perusahaan, produk, atau yang lainnya. Bahkan seandainya desain leaflet dipergunakan untuk keperluan newsletter (laporan berkala) untuk menjangkau target khalayak sebanyak-banyaknya, leaflet dapat memenuhi apa yang dibutuhkan. Namun karena umunya leaflet berukuran kecil, informasi atau pesan yang akan disampaikan pun relatif terbatas. Hanya menyampaikan pokok-pokok persoalan saja, sehingga kurang mengandung kedalaman informasi. Dapat dikatakan leaflet hanya pendukung sarana penyampaian informasi dalam bentuk lainnya. meskipun ukurannya pada umumnya kecil, namun dapat dikembangkan dalam ukuran kertas A4 hingga A1, bahkan ukuran billboard. Di samping itu, dapat juga menjadi dasar rancangan situs di internet (Surachman dan Iriantara, 2006).
Dalam kegiatan sebelumnya yaitu wawancara kepada kelompok tani untuk mengetahui beberapa masalah yang dihadapi, sekarang waktunya kita memberi solusi untuk permasalahannya dengan bantuan salah satu alat peraga untuk mengefektifkan penyuluhan yang kami berikan dengan menggunakan leaflet. Kelompok yang kami akan kami berikan penyuluhan yaitu Kelompok Wanita Tani “Siti Makmur” yang didirikan pada tanggal 2 Februari 2014, di Padukuhan Pandes RT 01, Kelurahan Panggungharjo, Sewon, Bantul. Kelompok Wanita Tani Siti Makmur diinisiasi oleh Kepala Kelurahan Panggungharjo yang melihat banyak Ibu-ibu di daeah Panggungharjo tidak memiliki pekerjaan. Oleh karena itu Kepala Kelurahan Panggungharjo merasa tergerak untuk memberdayakan Ibu-ibu dengan membentuk Kelompok Wanita Tani Siti Makmur. Selain itu, Adanya Kelompok Wanita Tani Siti Makmur ini dibentuk untuk mengikuti lomba desa nasional mengenai kelompok wanita tani. Kelompok Wanita Tani Siti Makmur diketuai oleh Ibu Rusmini, Sekretaris: Ibu Ratna dan Ibu Atik Nuryati. Bendahara Ibu Sri dan Purwanti, dan memiliki anggota sebanyak 35 orang.
Masalah yang dihadapi oleh kelompok wanita tani Siti Makmur adalah masih banyaknya anggota kelompok wanita tani yang belum memiliki rasa memiliki organisasi sehingga banyak Ibu-ibu yang melalaikan tugasnya. Kedua, banyak ibu-ibu yang sebenarnya tidak mengerti tentang pertanian, bahkan sang ketua, Ibu Rusmini juga sama sekali tidak mengerti tentang bertani. Ketiga, Sulitnya melakukan pembagian kerja dalam mengurusi organisasi dan usaha pertanian milik kelompok wanita tani Siti Makmur, banyak Ibu-ibu yang belum bisa mengatur kesibukan di  rumah dengan organisasi. Keempat, banyak tanaman yang ditanam kelompok wanita tani Siti Makmur yang terkena penyakit putih-putih pada daunnya, sehingga bisa merusak daun dan buahnya. Namun, pada kesempatan kali ini kami akan memfokuskan pada permasalahan yang dinilai sangat mengganggu yaitu mengenai hama tanaman cabai yang sangat meresahkan. Maka dari itu, kami sebagai penyuluh yang berada di bidang pertanian akan memberikan penyuluhan mengenai beberapa macam hama dan penyakit tanaman cabai serta solusi untuk memusnahkannya 
B.     Tujuan
1.      Melatih mahasiswa agar dapat merancang dan membuat alat peraga penyuluhan yaitu poster, leaflet, atau folder berdasarkan masalah yang ada pada sasaran.
2.      Melatih mahasiswa untuk memberikan penyuluhan dengan alat peraga penyuluhan.
3.      Melatih mahasiswa untuk melakukan difusi dan diseminasi inovasi kepada kelompok tani melalui alat peraga.

II.                ISI
A.    Permasalahan Petani
Kelompok Wanita Tani Siti Makmur yang berdiri sejak 2 Februari 2014 telah meraih banyak prestasi, seperti juara 1 kelompok wanita tani tingkat kabupaten, provinsi, dan tingkat nasional. Perjalanan Kelompok Wanita Tani Siti Makmur masih panjang dan berliku serta penuh dengan masalah yang dihadapi. Masalah yang dihadapi Kelompok Wanita Tani Siti Makmur berasal dari internal maupun Eksternal. Masalah yang dihadapi yaitu:
1.        Masih banyaknya anggota kelompok wanita tani yang belum memiliki rasa memiliki organisasi sehingga banyak ibu-ibu yang melalaikan tugasnya.
2.        Banyak ibu-ibu yang sebenarnya tidak mengerti tentang pertanian, bahkan sang ketua.
3.        Sulitnya melakukan pembagian kerja dalam mengurusi organisasi dan usaha pertanian milik kelompok wanita tani ini sehingga banyak ibu-ibu yang belum bisa mengatur kesibukan di rumah dengan organisasi.
4.        Banyak tanaman yang ditanam yang terkena hama dan penyakit, seperti penyakit puih-puih pada daun cabai yang bisa merusak daun dan buahnya. 
B.     Solusi Pemasalahan
Dari wawancara yang telah dilakukan bersama ketua Kelompok Wanita Tani Siti Makmur, maka kami akan memberikan solusi yang dapat membantu menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kelompok wanita tani tersebut supaya organisasi ini dapat berjalan dengan baik dan memberi manfaat yang sebesar-besarnya untuk anggotanya.
1.      Masih banyaknya anggota kelompok wanita tani yang belum memiliki rasa memiliki organisasi sehingga banyak ibu-ibu yang melalaikan tugasnya.
Solusi: dengan memberikan pemahaman lebih mengenai pentingnya organisasi bagi anggotanya terutama untuk membantu perekonomian keluarga. Serta dengan memberikan pemahaman bahwa organisasi kelompok wanita tani ini pada kehadiran dan kepedulian setiap anggota kelompoknya sangat berarti bagi kemajuan kelompok tersebut.
2.      Banyak ibu-ibu yang sebenarnya tidak mengerti tentang pertanian, bahkan sang ketua.
Solusi: kurangnya pemahaman anggota kelompok wanita tani mengenai bidang pertanian dapat diatasi dengan memberikan sumber-sumber informasi kepada Kelompok Wanita Tani Siti Makmur seperti buku-buku pertanian, majalah pertanian, artikel, jurnal, pemberian video tutorial pertanian, serta adanya penyuluhan dari pihak pemerintah, tokoh masyarakat, praktisi di bidang pertanian maupun mahasiswa pertanian.
3.      Sulitnya melakukan pembagian kerja dalam mengurusi organisasi dan usaha pertanian milik kelompok wanita tani ini sehingga banyak ibu-ibu yang belum bisa mengatur kesibukan di rumah dengan organisasi.
Solusi: dibuatnya jadwal rutin untuk pembagian kerja. Jika ada anggota yang tidak bisa melaksanakan tugas pada hari tertentu maka dia harus mencarikan pengganti, dan di suatu hari nanti dia harus bekerja di hari yang lain, supaya pembagian kerjanya adil.
4.      Banyak tanaman yang ditanam yang terkena hama dan penyakit, seperti penyakit puih-puih pada daun cabai yang bisa merusak daun dan buahnya.
Solusi: Kelompok Wanita Tani Siti Makmur menanam berbagai tanaman budidaya secara organik. Dari berbagai tanaman yang ditanam, banyak hama dan penyakit menyerang dan merusak tanamannya. Dari sekian banyak tanaman yang ditanam, tanaman cabai yang paling banyak terserang hama dan penyakit. Menurut informasi wawancara yang didapat, sumber menjelaskan beberapa ciri-ciri hama dan penyakit tersebut, maka ada 3 kemungkinan hama dan penyakit yang saat ini menyerang tanaman cabai di lahan Kelompok Wanita Tani Siti Makmur yaitu:
a.       Penyakit Layu Fusarium
Penyebab penyakit ini adalah cendawan atau fusarium oxysporium sp. Penyakit ini biasanya menyerang tanaman cabai yang ditanam pada tanah masam (pH tanah rendah kurang dari 6). Serangan ditandai dengan memucatnya tulang daun sebelah atas dan diikuti menunduknya tangkai daun. Jika pada batas antara akar dengan batang dipotong akan terlihat cincin coklat kehitaman diikuti busuk basah pada berkas pembuluh.
b.      Penyakit Layu Bakteri
Penyakit ini biasanya menyerang tanaman cabai yang ditanam di dataran rendah. Gejala serangan yang terlihat adalah layu pada beberapa daun muda dan atau menguningnya daun tua sebelah bawah. Gejala lain yang terlihat adalah berkas pembuluh pengangkut yang berwarna coklat tua dan membusuk setelah batang, cabang atau pangkal batangnya kita belah.
c.       Embun Tepung/ Powdery Mildew (Leveillula taurica)
Pada kebun cabai dengan penanaman di dataran tinggi yaitu 700 m dpi ke atas, sering terkena serangan penyakit ini. Permukaan atas daun tampak bercak nekrotis berwarna kekuningan. Jika daun dibalik, tampak tepung berwarna putih keabuan. Serangan dimulai dari daun tua ke muda. Embun tepung yang disebabkan oleh cendawan Oidiopsis sicula seal dapat dikendalikan dengan obat pestisida organik.
Namun pada leaflet, kami tampilkan beberapa jenis hama dan penyakit tanaman cabai beserta pengendaliannya untuk menambah wawasan kelompok wanita tani tersebut, diantaranya:
1.                  Cabuk/Aphids (Myzus persicae)
Hama Aphids sering juga disebut dengan kutu persik, sesuai dengan nama latinnya. Hama ini perkembangan cepat bisa berkembangbiak tanpa kawin (parthenogenesis) serta menghasilkan “madu” sehingga mendatangkan semut dan cendawan jelaga. Hama ini menyebabkan keriting daun dan berperan sebagai penghantar virus (vektor).  Umumnya jumlah buah yang terbentuk berkurang.  Serangan tinggi menyebabkan daun tua menguning dan gugur. Aphids adalah hama yang polybag, bisa hidup di berbagai tanaman. Pengendalian dengan insektisida.
2.                  Kutu kebul (Bemisia sp.)
Hama yang mempunyai inang tomat, tembakau dan kedelai Hama ini menularkan gemini virus. Penularan virus oleh kutu kebul dari tanaman sakit setelah 15 menit. Gejala timbul pada tanaman muda setelah 10-14 hari.
Pengendalian dengan insektisida atau menanaman jagung minimal 2 baris di sekitar penanaman akan mengurangi serangan. Cara lain yaitu rotasi tanamandengan padi. Jangan tumpangsari dengan tomat. Jikapopulasinya masih sedikit dapat disingkirkan dengan tangan (sarung tangan).
3.                  Ulat daun dan buah
Ulat ini perkembangan cepat pada musim kemarau, menyebabkan kerusakan pada daun dan buah. Saat siang hari banyak bersembunyi di dalam tanah.
Pengendalian :
·         Lakukan penyemprotan insektisida pada malam hari
·         Monitoring secara rutin, jangan sampai ulat sudah mencapai instar 3 (besar) baru disemprot.
·         Jika serangan mengganas, bukalah plastik mulsa kemudian lakukan gropyokan ulat secara masal lalu disemprot dengan insektisida.
4.                  Lalat buah (Bactrocera sp.)
Lalat buah berkembang cepat pada musim hujan, menyebabkan kerusakan pada buah karena lalat buah betina  meletakkan telur dengan cara menusuk buah dan berkembang di dalam buah sehingga terjadi pembusukan karena ada infeksi sekunder (bakteri/ jamur).
Pengendalian :
·         Penyemprotan insektisida
·         Perangkap botol dengan methyl eugenol
·         Bersihkan buah-buah yang rontok kemudian kumpulkan dan dibakar untuk mencegah berulangnya siklus serangan.
5.                  Thrips (Thrips sp.)
Hama ini perkembangan sangat cepat terutama di musim kemarau. Thrips menyerang di dekat tulang daun menyebabkan kerusakan berwarna kecoklatan dan menyebabkan daun muda keriting membentuk perahu. Thrips bisa berkembang biak tanpa kawin (parthenogenesis), membentuk pupa di tanah dekat pangkal batang. Thrips juga dikenal sebagai  penghantar virus (vektor). Pengendalian dengan insektisida. 
6.                  Layu Nematoda (Meloidogyne incognita)
Gejala serangan bisa terjadi di segala usia tanaman. Gejala dimulai dengan terhentinya pertumbuhan, menguning dan penampilan tanaman yang tidak sehat, layu, dan kematian tanaman terjadi pada kondisi panas. Pada bagian bawah tanaman, terdapat sekumpulanmasa bintil akar. Jika bintil dibuka dan diamati di mikroskrop akan tampak seperti hewan menyerupai cacing.
Pengendalian :
·         Rotasi tanaman dengan padi, bawang merah dan kol bunga.
·         Bakar tanaman terserang. Pemberian pupuk kompos akan mengurangi populasi nematoda.
·         Pemberian insektisida.
7.                  Patek /Antraknosa (Colletothrichum sp.)
Gejala serangan utama pada saat mulai pemasakan buah. Gejala berupa bercak coklat kehitaman pada permukaan buah, kemudian menjadi busuk lunak. Patogen bisa terbawa benih dan bertahan juga pada tanaman solanacea lainnya. Buah yang tua lebih mudah terserang dan terbawa hingga pascapanen.  Serangan tinggi terutama pada musim hujan.
Pengendalian :
·         Perendaman benih dengan air hangat
·         Rotasi tanaman dengan padi, jagung, koll bunga dan bawang.
·         Panen dan bakar buah-buah terserang
·         Penyemprotan fungisida
8.                  Teklik (Choanephore sp.)
Cendawan ini menyerang tanaman bisa mulai dari pembibitan hingga awal pembungaan. Cendawan membentuk koloni pada jaringan tanaman yang sudah mati. Serangan pada musim hujan, dimulai dari salah satu percabangan, gejala cabang berwarna coklat kehitaman sementara cabang-cabang yang lain masih sehat. Cabang yang terserang akan menyebabkan kelayuan daun-daun. Serangan juga terjadi pada pembungaan saat pembentukan buah.
Pengendalian:
·         Sanitasi lingkungan pertanaman
·         Penggunaan jarak tanam tidak terlalu rapat
·         Penyemprotan fungisida 
9.                     Virus
Perkembangan virus sangat cepat pada saat panas tinggi terutama di  musim kemarau. Jika sudah terserang akan sulit dikendalikan.
Pengendalian: mencabut dan memusnahkan tanaman yang terserang, mengendalikan serangga vektor, dan sterilisasi alat pertanian. 
Pengendalian hama dan penyakit di atas dapat dilakukan dengan beberapa cara pengendalian antara lain:
A.  Mengganti budidaya tanaman setiap musim
B.  Jaga jarak tanam, jangan terlalu rapat kelembaban bisa dikurangi
C.  Kurangi penggunaan pupuk urea sehingga tanaman lebih tahan penyakit
D.  Kebersihan lingkungan harus selalu dijaga. Jika tanaman sudah terserang, pangkas pucuk tanaman yang terserang kemudian bakar
E.   Pengapuran lahan sebelum tanam untuk meningkatkan pH tanah dan mengurangi kemasaman tanah
F.   Pengaturan pengairan dengan baik (jangan sampai air menggenang berlebihan), jika pertanaman pada musim hujan maka bedengan agar dibuat lebih tinggi
G.  Pencelupan bibit ke dalam air yang telah dicampur dengan pestisida organik, penyiraman dengan larutan pestisida organik dengan takaran 1,5 gram/ liter air pada saat tanaman berumur 25-40hari setelah tanam
H.  Lakukan eradikasi pada tanaman terserang dengan cara mencabut tanaman yang terserang
I.     Usahakan jangan sampai tanahnya tercecer dan bertebaran kemana-mana karena dapat menulari tanaman yang sehat. Setelah dicabut, taburi lubang bekas tanaman terserang tadi dengan kapur secukupnya dan lubang ditutup kembali dengan tanah
C.     Alat Peraga
Leaflet merupakan salah satu jenis dari media cetak yang efektif digunakan dalam berkomunikasi khususnya penyuluhan pertanian berbentuk lembaran kertas berukuran kecil yang mengandung pesan tercetak untuk disebarkan kepada umum sebagai informasi mengenai suatu hal atau peristiwa. Kelebihan leaflet yaitu:
1.      Lentur
2.      Sangat terkendali
3.      Biaya relatif rendah
4.      Peluang interaktif
5.      Menarik perhatian
6.      Lebih efektif dan efisien
7.      Sasaran lebih besar bahkan menjadi bersifat massal.
Kekurangannya yaitu:
1.      Produksi yang berlebihan bisa menyebabkan keluar biaya yang sia-sia
2.      Kemungkinan salah persepsi lebih besar
3.      Kesulitan dalam penerimaan oleh sasaran tidak dapat segera diketahui
4.      Memerlukan rancangan yang matang dan perancang yang ahli
5.      Kurang cocok untuk sasaran yang buta huruf.
Pada leaflet yang dibuat berisi berbagai macam hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai yang akan disuluhkan. Sehingga dapat memantapkan pemahaman dunia pertanian khususnya hama dan penyakit tanaman sehingga berbagai masalah pada Kelompok Wanita Tani Siti Makmur terselesaikan.
Desain pada leaflet sendiri, dimulai dari pemilihan latar berwarna hijau agar identik dengan dunia pertanian yang berwarna hijau. Karena begitu banyak macam hama dan penyakit yang ada pada tanaman cabai, pada per halamannya, kami bagi menjadi 2 sisi agar lebih menarik dan mudah untuk dipahami pembaca (tidak berantakan kesannya). Selanjutnya pada setiap jenis hama atau penyakitnya kami usahakan menyertakan gambar agar mudah dimengerti, karena jenis hama dan penyakit sangat bervariasi dan sulit untuk ditentukan sehingga dengan disertai gambar akan memudahkan pembaca tepat mengetahui hama atau penyakit yang menyerang tanaman cabainya. Karena leaflet tidak menunjukkan nama pembuatnya, tetapi boleh dengan menunjukkan lembaga pembuatnya, karena kami dari praktikum yang ada di Universitas Gadjah Mada maka lembaga yang dimaksud yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM) yang kami tunjukkan dengan pemberian logo UGM. Tulisan dipilih berwarna hitam agar terlihat jelas dan dengan gambar yang berwarna juga agar tidak kalah dengan latarnya yang berwarna hijau muda.
            
III.             PENUTUP
A.    Kesimpulan
-          Pada tanaman cabai terdapat berbagai jenis hama dan penyakit yang tentunya ada jalan keluar untuk mengatasinya dengan cara mencegah maupun mengendalikannya. Maka perlu banyak pengetahuan mengenai ciri-ciri masing-masing hama dan penyakit tanaman cabai.
-          Dalam bertani, pemahaman mengenai bidang pertanian (irigasi, pemupukan, pemanenan, dll) harus tinggi sehingga penyuluhan perlu diadakan agar pemahaman yang tinggi tersebut dapat terwujud secara merata.
-          Dalam pembuatan alat peraga disesuaikan dengan sasaran yang dituju dan produk yang akan ditawarkan atau diinformasikan.
-          Penggunaan leaflet pada penyuluhan digunakan untuk pusat informasi dan kita sebagai penyuluh sebagai pembantu atau penjelas dalam penyampaian informasi pada leaflet yang ditampilkan.
B.     Saran
-          Penyuluh seharusnya sesuai dengan permasalahan bidang yang dipahaminya, karena jika tidak sesuai akan menimbulkan masalah lagi


DAFTAR PUSTAKA
Effendi. S dan Singarimbun, M. 2006. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta.
Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. CV Mandar Maju, Bandung.
Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Med Press, Yogyakarta.
Surachman dan Iriantara. 2006. Public Relations Writing, Pendekatan Teoritis dan Praktis. Simbiosa Rekatama Media, Bandung.

Jumat, 19 September 2014

Satu Pohon Menguasai Semua

 Oleh: Retno Wahyu Sulistiyani

 
BOGOR, Indonesia (21 Oktober 2013) — Jika perkebunan sawit yang terkenal anti-keragaman hayati dibangun hanya pada lahan terdegradasi, mereka akan sedikit merusak keragaman hayati, demikian nasihat peneliti Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).

“Masalah terbesarnya adalah sawit seringkali dibudidayakan dengan mengorbankan hutan yang kaya akan keragaman hayati,” kata Douglas Sheil, yang menjadi penulis bersama Perkebunan minyak sawit dalam konteks konservasi keragaman hayati (Oil palm plantations in the context of biodiversity conservation) bersama mitra CIFOR, Erik Meijaard.

“Pertanyaan terpenting yang perlu kita tanyakan yaitu jenis lahan apa yang seharusnya kita gunakan – bagaimana kita membuat perusahaan mengembangkan perkebunan minyak sawit di lahan non-hutan,” ujar Sheil.

“Jika kita hanya menggunakan lahan terdegradasi, dampak keragaman hayati lebih kecil. Kita bisa melindungi keragaman hayati dengan menghentikan konversi hutan alam menjadi minyak sawit. Kita bisa melindungi hutan alam yang tersisa di lereng dan samping sungai, contohnya, atau meregenerasi ketika dibutuhkan.”

Menghindari area hutan dalam perancangan dan pembangunan minyak sawit belum menjadi kewajiban di Indonesia, tambah Sheil, dan legislasi baru diperlukan guna mencegah dampak lebih jauh terhadap hutan dan jasa hutan.

Hutan tidak hanya penting bagi keragaman hayati, namun juga krusial dalam menjaga rantai makanan, penyediaan produk hutan, serta pelayanan jasa pendukung seperti formasi lahan dan siklus nutrisi, regulasi iklim dan kualitas air, beberapa kontribusi hutan seperti yang dipaparkan dalam The Millenium Ecosystem Assessment.

SATU POHON MENGUASAI SEMUA
Industri minyak sawit meledak, dan bukan tanpa alasan. “Emas hijau”, begitu sawit dijuluki oleh kelompok lingkungan Friends of the Earth, membuat kontribusi bernilai terhadap pembangunan ekonomi di negara tropis yang memiliki tingkat kesejahteraan rendah.

Sawit juga memiliki produktivitas lebih tinggi daripada tanaman penghasil-minyak lain seperti kanola dan kelapa.

“Ada beragam tanaman minyak lain tetapi tidak ada yang seefisien minyak sawit – khususnya pada tanah lebih miskin,” kata Sheil. “Kita bisa memproduksi lebih banyak minyak pada sedikit lahan dengan minyak sawit.”

Dan ada cara untuk membuat industri minyak sawit lebih mendukung keragaman hayati, catat Sheil dan Meijaard. Mereka merujuk pada strategi “ramah alam liar” untuk menjaga sebanyak mungkin vegetasi perkebunan sawit sebaik mungkin.

“Kami menemukan, misalnya, bahwa di Sabah, Malaysia, setiap pohon alami di sebuah matriks minyak sawit itu penting. Orangutan akan tetap kembali bahkan ke jejak hutan terkecil dalam perkebunan minyak sawit tua,” kata Meijaard.

“Sangat penting untuk memahami bahwa elemen kecil seperti hutan terlindung dan pepohonan di minyak sawit dapat mendorong dan menjaga alam liar.”
Pilihan lain adalah menciptakan koridor alam liar – rangkaian pohon di sepanjang perkebunan untuk menghubungkan area hutan. Hutan tepian sungai merupakan contoh penting dalam hal ini, kata Meijaard.

“Seringkali ini dibersihkan untuk sawit walaupun seringkali mengakibatkan banjir yang menurunkan hasil panen sawit. Membiarkan, ketimbang merubah hutan tepian sungai memberikan alasan ekonomi dan ekologi.”

“Jadi, ya, berhenti mengubah hutan terlebih dahulu, tetapi jika telah terjadi, penting sekali untuk membangun fitur alami dalam bentang alam, seperti penanaman koridor dan melindungi bukit,” tambahnya.

“Langkah penting berikutnya adalah menjamin bahwa spesies dilindungi, seperti orangutan, tidak dibunuh. Jumlah perburuan di banyak bagian Kalimantan menyapu populasi alam liar dan perlu diregulasi serta dihentikan ketika dimungkinkan.”

“Untuk  mengurangi dampak ini, perlu penyadaran publik mengenai dampak perburuan terhadap populasi dan keberadaan alam liar, sejalan dengan peningkatan penegakkan hukum,” kata Meijaard.

LOKASI, LOKASI, LOKASI
Masalah terkait adalah bahwa pemilik konsesi ingin wilayah besar homogen untuk mengembangkan perkebunan – sebuah pendekatan yang berbahaya bagi alam liar dan jasa lingkungan karena gagal mempertimbangkan variasi bentang alam dan nilai alam.

Tetapi ini tidak terlalu menjadi masalah jika hanya lahan yang sudah terdegradasi digunakan untuk sawit, kata Sheil dan Meijaard. Mereka merekomendasikan bahwa perkebunan sawit hanya dijalankan di wilayah rendah keragaman hayati.

“Bagaimanapun, area seperti ini seringkali diklaim oleh masyarakat lokal, sehingga konsultasi dan kompensasi yang jujur dan terbuka diperlukan untuk menjamin bahwa rekomendasi strategi tidak meningkatkan konflik masyarakat,” kata Meijaard.

“Pemikiran ulang lengkap diperlukan untuk disain optimal perkebunan, dan kebijakan serta regulasi diperlukan untuk menjamin bahwa ini memang diterapkan,” kata Meijaard, yang juga meminta standar manajemen lebih baik.

“Beberapa perusahaan telah mencoba untuk melindungi lingkungan. Hati mereka petani, dan bahkan jika manajer senior ingin melakukan pendekatan lebih hijau, staf hanya mengerti target penanaman tahunan.”

Solusinya bisa dengan menemukan cara untuk membujuk perusahaan mengenai keuntungan menerapkan praktik ramah keragaman hayati, seperti mengurangi konflik sosial, mengurangi dampak negatif lingkungan dan meningkatkan akses pada pelanggan hijau (penting jika perusahaan mengincar pasar Australia, Eropa dan AS).

“Jika kita bisa menunjukkan bahwa ini memiliki  keuntungan besar bagi perusahaan, ini akan menarik lebih banyak perusahaan,” kata Meijaard.


Sumber : Riset ini dilakukan sebagai bagian dari Program Riset CGIAR mengenai Hutan, Tanaman dan Agroforestri. Untuk  informasi lebih mengenai isu yang didiskusikan dalam artikel ini, silahkan hubungi Pablo Pacheco di p.pacheco@cgiar.org dan Erik Meijaard di emeijaard@gmail.com


Disusun oleh: RetnoWahyu Sulistiyani
NIM           : 13185
Kelompok   : VI
Golongan     : A3.2 (DPKP)

Bertani karena Benar

 Oleh: Kesima Bening Pagi



Fadly Padi Ber(t)ani Karena Benar

“Saya bangga jadi petani,” ujar Fadly, vokalis band Padi.


Di atas panggung Fadly mengalunkan lagu-lagu terkenal milik grup band Padi. Penampilannya necis, kerap kali berjaket kulit, menyanyikan lagu-lagu hits yang akrab di telinga. Itu fadly di atas panggung. Fadly yang Trubus temui di rumah singgahnya di kawasan Pondokcabe, Tangerang Selatan, provinsi banten berkaos sederhana, bercaping mengenakan jeans yang dilipat hingga selutut, dan sandal jepit.
Di kaosnya terpampang tulisan Ber(t)ani Karena Benar. Pemilik nama lengkap Andi Fadly Arifuddin menuturkan semboyan itu menunjuk pada sistem pertanian yang ia terapkan di halaman rumah singgahnya di Pamulang. Di sana Fadly bertani secara ramah lingkungan. “Sayuran yang saya tanam bebas pupuk dan pestisida”, ujar Fadly.

Garden Tower
Di halaman rumah itu Trubus melihat sebuah drum plastic berwarna biru ditumbuhi bayam merah di sisi-sisinya. Fadly memanfaatkan drum berkapasitas 25 liter itu sebagai wadah tanam vertikultur. Menurut DR Ir Anas Dinurrohman Susila MSi, dosen Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, vertikultur atau vertical culture berarti penanaman secara bertingkata atau tersusun ke atas. “Dengan vertikultur, kendala keterbatasan tempat bias diatasi,” ujar Anas.
Fadly meletakkan sebuah pipa polivinil klorida (PVC) berlubang di tengah drum, lalu menyayat bagian pinggir drum selebar 5 cm. Ayah 4 anak itu mengisi drum dengan tanah sebagai media tanam dan sampah organic ke dalam pipa PVC. Lalu ia menanam sejumput benih bayam di bagian pinggir drum. Dengan cara itu Fadly tak perlu memupuk tanaman. “Drum aie ini namanya Garden Tower. Prinsip kerjanya mirip biopori,” kata Fadly.
Penyanyi alumnus Universitas airlangga itu memasukkan cacing tanah ke dalam drum. Menurut Juang Gema Kartika, dosen Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, kotoran cacing tanah kaya akan unsur hara. Aktivitas cacing tanah mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) di dalam tanah.
Fadly memanfaatkan barang-barang bekas menjadi pot alias wadah tanam. Mulai dari bathtub bekas, botol air mineral, bak mandi bayi, gentong air, drum wadah cat, jeriken, dan ember bekas. Di ember bekas Fadly menanam bayam, di jeriken ada cabai rawit dan di drum cat: sirih merah dan belimbing. “Teknik yang saya terapkan murah karena menggunakan barang-barang bekas,” tuturnya.
Meski jadwal manggung padat, Fadly tetap menyempatkan merawat sendiri tanamannya. Di lahan seluas 130 m2 dengan berbagai jenis sayuran dan memelihara ikan. Dua kali dalam sepekan, ia mengunjungi rumah itu. Fadly tak segan menyemai, menyiran, memupuk, dan menanam. Sehari-hari ada 2 pekerja membantu Fadly memastikan tanaman tumbuh sehat.

Darah ayah
Fadly mulai bertani di sana sejak empat tahun lalu ketika ia jenuh menekuni dunia music yang membesarkan namanya. Kebetulan, halaman rumah singgah yang baru cuku luas. Ia belajar bertani secara ototdidak, salah satunya dengan membaca Trubus. “Ayah saya langganan Trubus sejak saya kecil,” ujar Fadly. Pria ramah itu pun langsung menyodorkan bundle Trubus tahun 1983 sebagai bi\ukti ucapannya.
Pria kelahiran Makasar, Sulawesi Selatan, itu memang mewarisi kegemaran bercocok tanam dari sang ayah. Sewaktu kecil, ayahnya sering mengajak Fadly ke kebun keluarga. Kenangan masa kecil itu kini ia teruskan pada anak-anaknya. Suami Dessy aulia itu mengajarkan keempat anaknya untuk menjaga alam dan belajar bercocok tanam. “Kami ingin melakukan sesuatu untuk alam, setidaknya dengan sedikit mungkin melakukan kerusakan alam,” ujar Fadly.
Fadly memelihara ikan bawal, nila, dan gurami di kolam seluas 11 m x 1,2 m. di bagian belakang, ia mengolamkan udang di bak berukuran 1 m x 1, 5 m. di atas setiap kolam, pria setingi 175 cm itu menanam sayuran. “Saya menerapkan sistem akuaponik,” ujar Fadly.
Di atas kolam bawal, pria kelahiran 13 Juni 1975 itu menyulap bathtub bekas menjadi wadah tanam. Fadly menanam bayam, kangkung, tomat, dan cabai serta talas dan pepaya. Ia ingin membuktikan sistem akuaponik juga cocok dipakai untuk menanam tanaman buah. Disebut akuaponik lantaran sistem itu terdiri atas akuakultur alias budidaya ikan dan hidroponik. Praktikud hidroponik di Jakarta, Ir Yos Sutiyoso, menuturkan tanaman, ikan, dan bakteri menjadi unsur penting dalam sistem akuaponik karena keberadaan ketiganya melahirkan simbiosis mutualisme.
Ikan menyumbang hara berupa sisa pakan dan kotoran. Bakteri menyaring dan mengubah ammonia menjadi nitrat, zat yang berfungdi sebagai pupuk bagi tanaman. Tanaman juga tahu membalas memjasa dengan memasok oksigen yang diperlukan ikan. Air yang kaya oksigen itu secara otomatis akan mengalir lagi ke kolam dengan keadaan bersih. “Jadi, tidak repot mengganti air dalam kolam,” ujar Fadly.
Hasil panen sayuran dan ikan dikonsumsi seluruh anggota keluarga. Ia juga membagikan pada rekan dari bunia music. Fadly berharap, teman-temanny juga mau ikut menanam. Menurut Gusman, manajer Fadly, hobi Fadly bercocok tanam tergolong unik dikalangan artis. “Masak musikus lebih suka baca majalah Trubus dari pada majalah musik?” ujar Gusman. Meski begitu, Fadly bangga jadi petani. (Kartika Restu Susilo)

Sumber: Trubus 529-Desember 2013/XLIV


Nama        : Kesima Bening Pagi
NIM           : 13163
Kelompok  : VI
Golongan   : A3.2 (DPKP)

Refleksi Pengembangan Petani Indonesia

Oleh: RIZAL DZIKRI



Aliansi Petani Indonesia yang didirikan oleh organisasi petani tingkat kabupaten pada tahun 2001 dan merupakan perkumpulan yang berbentuk aliansi dimana salah satu agenda pokok dalam program utama organisasi adalah pengembangan pertanian yang ramah lingkungan. Meskipun disadari bahwa penerapan sistem pertanian berkelanjutan memiliki keberagaman metode pendekatan dikarenakan perbedaan topografi, budaya dan komoditas tanaman yang dikembangkan.

Sebagai contoh dalam perbedaan topografi, antara dataran tinggi lahan kering (up land) dan dataran rendah (low land) dengan irigasi tehnis persawahan atau dataran rendah lahan kering tadah hujan. Karakteristik alam tersebut mengisyaratkan adanya perbedaan dalam hal sistem budidaya tanaman yang dikembangkan dengan pilihan tanaman yang beraneka ragam (tumpangsari) dengan tujuan utamanya untuk memulihkan kondisi tanah secara fisik dan kimiawi.

Dengan memahami perbedaan karakteristik wilayah, identitas budaya dikalangan masyarakat petani dan pedesaan dan ketersediaan sumberdaya ditingkat lokal baik pengetahuan (indigenous knowledge) maupun keragaman sumberdaya hayati. Strategi pendekatan yang dikembangkan untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan diantara anggota API adalah dengan kombinasi yang menggunakan praktek-praktek pertanian alami dengan pengetahuan baru namun mudah diaplikasikan.

Sebagai mata program dan lebih lanjut adalah agenda petani (khususnya anggota API) di masa depan bahwa pertanian alami yang dikembangkan lebih pada peningkatan kapasitas organisasi tani melalui pendidikan. Pendidikan yang dimaksudkan pada titik tekan  proses nalar pikir petani dengan metode pendekatan participatory action research, karena petani tidak memiliki kelembagaan formal seperti sekolah dengan gurunya. Selama ini, petani hanya memiliki fasilitator dari pemerintah dan lembaga NGO.

Proses pendidikan pertanian alami memberikan jaminan dan kepastian tentang apa yang dimaksud dengan partisipasi petani dalam bertani. Pengalaman menunjukkan bahwa praktek-praktek pertanian alami yang diselenggarakan di beberapa wilayah di Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulteng dimana proses penyebar luasan tehnologi bertani secara alami dan organik akan berhasil jika dimulai di tingkatan petani, sehingga pada gilirannya, model bertani secara alami memiliki artikulasi yang penting tentang apa yang dimaksud dengan media pendidikan horisontal, dimana dalam proses yang berlangsung memiliki perbedaan dengan model pertanian ala revolusi hijau dimana tenaga ahli yang didatangkan dari luar, baik tenaga ahli tehnis budidaya tanaman dan tenaga ahli tehnologi pertanian.

Alur pendidikan pertanian alami yang berbasis konteks sumberdaya lokal sebenarnya akan berkontribusi terhadap akses atau peluang yang luas bagi kelompok-kelompok petani untuk menjadi pintar dan cerdas. Sebagai rujukan,  pengalaman petani di lahan kering di Bali Barat, bagian selatan Jawa Timur, pertanian alami yang di praktekkan merupakan hasil kombinasi antara tehnologi pertanian yang terwariskan secara turun temurun dengan nalar yang selalu diperbaharui menurut konteksnya. Dan inilah yang dimaksud oleh Gunnar Rundgren bahwa akan terjadi revitalisasi nilai lama dan pembentukan nilai baru dalam masyarakat petani
.
Dalam proses pembelajaran tentang sistem pertanian alami, faktor penting yang perlu ditekankan bahwa muatan pertanian alami sesungguhnya mengandalkan pada sumberdaya lokal seperti penggunaan dan pemeliharaan bibit lokal, pemanfaatan limbah pertanian alami, kotoran ternak, maka nilai-nilai kearifan lokal (wisdom) terhadap pengelolaan dan penataan sumberdaya dengan sendirinya akan menjadi bahan dan sumber dialog ditingkatan petani (horisontal) dan sekaligus menjadi cara pandang dalam sistem pertanian secara alami. Dengan demikian, sekaligus untuk menjawab keikut sertaan dari apa yang dilakukan oleh pihak luar sebatas diperlukan jika petani hanya memerlukan jawaban atas masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan persoalan-persoalan praktis di lapangan dan peran dari pihak luar hanya untuk memfasilitasi dengan pihak lain.

Hubungan sosial dalam pertanian alami menekankan pada tanggung jawab sosial manusia terhadap alam dan menjamin keberlangsungan ekologi sehingga generasi mendatang dapat menikmati keberlanjutannya terhadap akses benih, air dan hak atas tanah yang subur. Dengan demikian,  proses pengembangan pertanian alami dalam konteks sosial mengarah kepada apa yang terjadi dalam perubahan sosial di pedesaan  dalam konsepsi budaya. Artinya bahwa introduksi pertanian alami ditingkat petani secara sosial mempengaruhi perubahan budaya yang ditandai dengan adanya perubahan terhadap nilai-nilai hidup komunitas (kosmologi dan antropo sentris).

Perubahan budaya seperti apa yang dijelaskan diatas untuk menjawab isu-isu mendasar di pedesaan, seperti demokratisasi, gender, relasi patron-client, ketimpangan kepemilikan dan penggunaan sumberdaya. (Franciscus Wahono).


Pertanian Alami  Menjawab Kerusakan Ekologi dan Kerentanan Pangan

Kegiatan pertanian alami sebagaimana  kegiatan pertanian pada umumnya adalah kegiatan dimana kegiatan produksi mulai penataan dan pengolahan lahan, penataan produksi dan memperbaiki saluran distribusi hingga pada konsumsi, bukan saja untuk memperbanyak makanan sampai berkelimpahan, tetapi yang lebih penting dalam kegiatan pertanian alami adalah faktor ketuhanan, manusia, alam, dan teknologi.

Pemahaman diatas, pada dasarnya terkandung suatu tujuan, yakni berupa kemakmuran masyarakat, dimana titik tekan pada kelangsungan hidup petani. Makna tersebut mengandung arti pentingnya kesadaran baru terhadap keberlangsungan dan kelestarian lingkungan hidup, yaitu kelestarian terhadap hidup petani, keturunannya, dan alam sekitarnya.

Aspek penting dalam kekuatan pertanian alami sebagaimana dijelaskan diatas, adalah kekuatan dalam hal mempengaruhi pola berfikir dan sikap hidup petani dalam hal memilih, mengalokasikan, dan mengelola sumberdaya untuk produksi,  distribusi dan konsumsi. Dimana keseluruhan proses tersebut sebagai dasar dalam  mempertimbangkan untuk keberlangsungan hidup masa kini dan yang akan datang.

Dalam pengambilan keputusan ditingkat rumah tangga petani dan kelompok-kelompok tani, salah satu aspek pertimbangan untuk menentukan dan memutuskan bagaimana memilih, mengelola dan mengalokasikan sumber daya, tidak lagi didasarkan pada segi-segi praktis berkenaan dengan tingkat harga dan kecukupan akan ketersediaan barang di pasaran, namun hal tersebut memperluas perspektif dan memiliki kekuatan untuk  memperpanjang daur energi. Dapat dipahami kemudian, kekhawatiran akan kelangkaan sumberdaya dengan sendirinya dapat diatasi dan terpenting bahwa petani tidak tercerabut  dari tradisi dan akar budayanya dalam kegiatan pertanian.

Sebagaimana pengalaman kelompok-kelompok tani di desa Kalibatur, Kab. Tulungagung, penanaman padi pandan wangi (salah satu jenis padi lokal unggul) pada musim tanam yang lalu di atas lahan seluas 750m², dengan menggunakan pupuk kompos, pencegahan hama dengan mikroba I sampai III, dengan benih sekitar 10 kg, menghasilkan gabah kering sebanyak  450 kg. Pengalaman pertanian dengan penggunaan asupan kimia sangat rendah ini ternyata sangat berbeda dibandingkan dengan pola pertanian yang menggunakan asupan luar seperti pupuk dan pestisida kimia. Dengan jumlah benih relatif sama hanya mampu berproduksi menghasilkan gabah kering 250 kg.

Disamping itu, gabah kering hasil panen yang diperoleh selanjutnya dibagi-bagi ke anggota organisasi tani maupun tetangga yang berminat dengan mekanisme apa yang disebut dengan tukar menukar benih (ijol). Maksudnya, jika gabah panen tersebut ditanam kembali, kelak pada saat panen mereka juga akan membagikan kepada tetangga sejumlah benih yang dipinjam pada saat tanam. Proses interaksi budaya pertanian seperti ini merupakan pengetahuan lokal yang dimiliki oleh petani meskipun usaha tersebut berhadapan dengan sikap hidup pragmatisme atau komersialisasi pedesaan dengan nilai-nilai hidup yang di ukur serba uang.

Proses tukar menukar benih  yang baik tersebut perlahan akan membentuk lumbung benih petani. Dari konsep itu akan teridentifikasi siapa saja yang  menyimpan benih tersebut, dan demikian seterusnya. Pada giliranya, ditingkat petani dan desa akan ada  jaminan akan ketersediaan benih yang beragam dan sesuai dengan tanahnya akan selalu menjadi bagian tanggung-jawab kolektif (komunitas), seperti halnya dalam penggunaan air.

Dengan demikian, sistem pertanian alami akan menghasilkan lumbung benih komunitas, dan berbeda dengan cara kerja Dolog karena bersifat material seperti adanya pergudangan yang membutuhkan lahan dan hal-hal administrasi lainya yang akan berdampak terhadap besaran biaya untuk mengoperasionalkan sementara itu tujuannya hanya menempatkan gabah panenan. Lumbung benih konsep petani dengan sistem pertanian alami, justru ditanam dan selanjutnya akan ditanam kembali. Hal ini sebenarnya adalah usaha bersama yang berwatak kolektif dan bersifat pengetahuan empiris dan kelak jika proses tersebut tidak mendapat gangguan yang cukup nyata dari luar, terjadi proses stabilisasi strain (varietas) yang cocok dengan kondisi tanah setempat.

Hal lain yang ingin diungkapkan, petani dan komunitas pedesaan lainnya turut memperoleh keuntungan ekologis karena akan dihasilkan varietas yang stabil produksinya, sekaligus memastikan bahwa varietas tersebut tidak akan hilang dan punah dikarenakan kerusakan fisik, kimia, perubahan cuaca, atau kerusakan lain karena penanganan yang tidak sesuai.
Sistem pertanian alami yang dikembangkan di tingkat petani dan komunitasnya dalam perspektif ekologi sosial mempunyai fungsi sosial yang lebih strategis dalam  hal membangun kerangka kerja yang mendukung proses bersama dalam memilih, mengalokasikan, dan mengelola sumberdayanya. Dengan demikian, kesanggupan dan ketrampilan cara pertanian alami terbentuk pola aling mendukung antar pelaku dikalangan masyarakat pedesaan dan pada tujuan akhirnya lingkungan hayati tempat semua proses berlangsung menjamin keberlangsungan produksi, ketersediaan produksi dan sumber energi yang terbarukan sekaligus menjamin akses konsumsi pangan yang bermutu dan sehat.

( Dinarasikan dari FGD dan wawancara mendalam di beberapa tempat di anggota API yang menerapkan sistem pertanian alami model Natural Farming di wilayah Malang Selatan (Kopi), Jombang dan Tulungagung (Padi) dan Bali Barat (Buleleng dan Jembrana) dan  Sumbawa Besar)


Nama              : RIZAL DZIKRI
NIM                  : 13267
Kelompok       : VI
Golongan        : A3.2 (DPKP)