Jumat, 19 September 2014

Satu Pohon Menguasai Semua

 Oleh: Retno Wahyu Sulistiyani

 
BOGOR, Indonesia (21 Oktober 2013) — Jika perkebunan sawit yang terkenal anti-keragaman hayati dibangun hanya pada lahan terdegradasi, mereka akan sedikit merusak keragaman hayati, demikian nasihat peneliti Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).

“Masalah terbesarnya adalah sawit seringkali dibudidayakan dengan mengorbankan hutan yang kaya akan keragaman hayati,” kata Douglas Sheil, yang menjadi penulis bersama Perkebunan minyak sawit dalam konteks konservasi keragaman hayati (Oil palm plantations in the context of biodiversity conservation) bersama mitra CIFOR, Erik Meijaard.

“Pertanyaan terpenting yang perlu kita tanyakan yaitu jenis lahan apa yang seharusnya kita gunakan – bagaimana kita membuat perusahaan mengembangkan perkebunan minyak sawit di lahan non-hutan,” ujar Sheil.

“Jika kita hanya menggunakan lahan terdegradasi, dampak keragaman hayati lebih kecil. Kita bisa melindungi keragaman hayati dengan menghentikan konversi hutan alam menjadi minyak sawit. Kita bisa melindungi hutan alam yang tersisa di lereng dan samping sungai, contohnya, atau meregenerasi ketika dibutuhkan.”

Menghindari area hutan dalam perancangan dan pembangunan minyak sawit belum menjadi kewajiban di Indonesia, tambah Sheil, dan legislasi baru diperlukan guna mencegah dampak lebih jauh terhadap hutan dan jasa hutan.

Hutan tidak hanya penting bagi keragaman hayati, namun juga krusial dalam menjaga rantai makanan, penyediaan produk hutan, serta pelayanan jasa pendukung seperti formasi lahan dan siklus nutrisi, regulasi iklim dan kualitas air, beberapa kontribusi hutan seperti yang dipaparkan dalam The Millenium Ecosystem Assessment.

SATU POHON MENGUASAI SEMUA
Industri minyak sawit meledak, dan bukan tanpa alasan. “Emas hijau”, begitu sawit dijuluki oleh kelompok lingkungan Friends of the Earth, membuat kontribusi bernilai terhadap pembangunan ekonomi di negara tropis yang memiliki tingkat kesejahteraan rendah.

Sawit juga memiliki produktivitas lebih tinggi daripada tanaman penghasil-minyak lain seperti kanola dan kelapa.

“Ada beragam tanaman minyak lain tetapi tidak ada yang seefisien minyak sawit – khususnya pada tanah lebih miskin,” kata Sheil. “Kita bisa memproduksi lebih banyak minyak pada sedikit lahan dengan minyak sawit.”

Dan ada cara untuk membuat industri minyak sawit lebih mendukung keragaman hayati, catat Sheil dan Meijaard. Mereka merujuk pada strategi “ramah alam liar” untuk menjaga sebanyak mungkin vegetasi perkebunan sawit sebaik mungkin.

“Kami menemukan, misalnya, bahwa di Sabah, Malaysia, setiap pohon alami di sebuah matriks minyak sawit itu penting. Orangutan akan tetap kembali bahkan ke jejak hutan terkecil dalam perkebunan minyak sawit tua,” kata Meijaard.

“Sangat penting untuk memahami bahwa elemen kecil seperti hutan terlindung dan pepohonan di minyak sawit dapat mendorong dan menjaga alam liar.”
Pilihan lain adalah menciptakan koridor alam liar – rangkaian pohon di sepanjang perkebunan untuk menghubungkan area hutan. Hutan tepian sungai merupakan contoh penting dalam hal ini, kata Meijaard.

“Seringkali ini dibersihkan untuk sawit walaupun seringkali mengakibatkan banjir yang menurunkan hasil panen sawit. Membiarkan, ketimbang merubah hutan tepian sungai memberikan alasan ekonomi dan ekologi.”

“Jadi, ya, berhenti mengubah hutan terlebih dahulu, tetapi jika telah terjadi, penting sekali untuk membangun fitur alami dalam bentang alam, seperti penanaman koridor dan melindungi bukit,” tambahnya.

“Langkah penting berikutnya adalah menjamin bahwa spesies dilindungi, seperti orangutan, tidak dibunuh. Jumlah perburuan di banyak bagian Kalimantan menyapu populasi alam liar dan perlu diregulasi serta dihentikan ketika dimungkinkan.”

“Untuk  mengurangi dampak ini, perlu penyadaran publik mengenai dampak perburuan terhadap populasi dan keberadaan alam liar, sejalan dengan peningkatan penegakkan hukum,” kata Meijaard.

LOKASI, LOKASI, LOKASI
Masalah terkait adalah bahwa pemilik konsesi ingin wilayah besar homogen untuk mengembangkan perkebunan – sebuah pendekatan yang berbahaya bagi alam liar dan jasa lingkungan karena gagal mempertimbangkan variasi bentang alam dan nilai alam.

Tetapi ini tidak terlalu menjadi masalah jika hanya lahan yang sudah terdegradasi digunakan untuk sawit, kata Sheil dan Meijaard. Mereka merekomendasikan bahwa perkebunan sawit hanya dijalankan di wilayah rendah keragaman hayati.

“Bagaimanapun, area seperti ini seringkali diklaim oleh masyarakat lokal, sehingga konsultasi dan kompensasi yang jujur dan terbuka diperlukan untuk menjamin bahwa rekomendasi strategi tidak meningkatkan konflik masyarakat,” kata Meijaard.

“Pemikiran ulang lengkap diperlukan untuk disain optimal perkebunan, dan kebijakan serta regulasi diperlukan untuk menjamin bahwa ini memang diterapkan,” kata Meijaard, yang juga meminta standar manajemen lebih baik.

“Beberapa perusahaan telah mencoba untuk melindungi lingkungan. Hati mereka petani, dan bahkan jika manajer senior ingin melakukan pendekatan lebih hijau, staf hanya mengerti target penanaman tahunan.”

Solusinya bisa dengan menemukan cara untuk membujuk perusahaan mengenai keuntungan menerapkan praktik ramah keragaman hayati, seperti mengurangi konflik sosial, mengurangi dampak negatif lingkungan dan meningkatkan akses pada pelanggan hijau (penting jika perusahaan mengincar pasar Australia, Eropa dan AS).

“Jika kita bisa menunjukkan bahwa ini memiliki  keuntungan besar bagi perusahaan, ini akan menarik lebih banyak perusahaan,” kata Meijaard.


Sumber : Riset ini dilakukan sebagai bagian dari Program Riset CGIAR mengenai Hutan, Tanaman dan Agroforestri. Untuk  informasi lebih mengenai isu yang didiskusikan dalam artikel ini, silahkan hubungi Pablo Pacheco di p.pacheco@cgiar.org dan Erik Meijaard di emeijaard@gmail.com


Disusun oleh: RetnoWahyu Sulistiyani
NIM           : 13185
Kelompok   : VI
Golongan     : A3.2 (DPKP)

Bertani karena Benar

 Oleh: Kesima Bening Pagi



Fadly Padi Ber(t)ani Karena Benar

“Saya bangga jadi petani,” ujar Fadly, vokalis band Padi.


Di atas panggung Fadly mengalunkan lagu-lagu terkenal milik grup band Padi. Penampilannya necis, kerap kali berjaket kulit, menyanyikan lagu-lagu hits yang akrab di telinga. Itu fadly di atas panggung. Fadly yang Trubus temui di rumah singgahnya di kawasan Pondokcabe, Tangerang Selatan, provinsi banten berkaos sederhana, bercaping mengenakan jeans yang dilipat hingga selutut, dan sandal jepit.
Di kaosnya terpampang tulisan Ber(t)ani Karena Benar. Pemilik nama lengkap Andi Fadly Arifuddin menuturkan semboyan itu menunjuk pada sistem pertanian yang ia terapkan di halaman rumah singgahnya di Pamulang. Di sana Fadly bertani secara ramah lingkungan. “Sayuran yang saya tanam bebas pupuk dan pestisida”, ujar Fadly.

Garden Tower
Di halaman rumah itu Trubus melihat sebuah drum plastic berwarna biru ditumbuhi bayam merah di sisi-sisinya. Fadly memanfaatkan drum berkapasitas 25 liter itu sebagai wadah tanam vertikultur. Menurut DR Ir Anas Dinurrohman Susila MSi, dosen Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, vertikultur atau vertical culture berarti penanaman secara bertingkata atau tersusun ke atas. “Dengan vertikultur, kendala keterbatasan tempat bias diatasi,” ujar Anas.
Fadly meletakkan sebuah pipa polivinil klorida (PVC) berlubang di tengah drum, lalu menyayat bagian pinggir drum selebar 5 cm. Ayah 4 anak itu mengisi drum dengan tanah sebagai media tanam dan sampah organic ke dalam pipa PVC. Lalu ia menanam sejumput benih bayam di bagian pinggir drum. Dengan cara itu Fadly tak perlu memupuk tanaman. “Drum aie ini namanya Garden Tower. Prinsip kerjanya mirip biopori,” kata Fadly.
Penyanyi alumnus Universitas airlangga itu memasukkan cacing tanah ke dalam drum. Menurut Juang Gema Kartika, dosen Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, kotoran cacing tanah kaya akan unsur hara. Aktivitas cacing tanah mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) di dalam tanah.
Fadly memanfaatkan barang-barang bekas menjadi pot alias wadah tanam. Mulai dari bathtub bekas, botol air mineral, bak mandi bayi, gentong air, drum wadah cat, jeriken, dan ember bekas. Di ember bekas Fadly menanam bayam, di jeriken ada cabai rawit dan di drum cat: sirih merah dan belimbing. “Teknik yang saya terapkan murah karena menggunakan barang-barang bekas,” tuturnya.
Meski jadwal manggung padat, Fadly tetap menyempatkan merawat sendiri tanamannya. Di lahan seluas 130 m2 dengan berbagai jenis sayuran dan memelihara ikan. Dua kali dalam sepekan, ia mengunjungi rumah itu. Fadly tak segan menyemai, menyiran, memupuk, dan menanam. Sehari-hari ada 2 pekerja membantu Fadly memastikan tanaman tumbuh sehat.

Darah ayah
Fadly mulai bertani di sana sejak empat tahun lalu ketika ia jenuh menekuni dunia music yang membesarkan namanya. Kebetulan, halaman rumah singgah yang baru cuku luas. Ia belajar bertani secara ototdidak, salah satunya dengan membaca Trubus. “Ayah saya langganan Trubus sejak saya kecil,” ujar Fadly. Pria ramah itu pun langsung menyodorkan bundle Trubus tahun 1983 sebagai bi\ukti ucapannya.
Pria kelahiran Makasar, Sulawesi Selatan, itu memang mewarisi kegemaran bercocok tanam dari sang ayah. Sewaktu kecil, ayahnya sering mengajak Fadly ke kebun keluarga. Kenangan masa kecil itu kini ia teruskan pada anak-anaknya. Suami Dessy aulia itu mengajarkan keempat anaknya untuk menjaga alam dan belajar bercocok tanam. “Kami ingin melakukan sesuatu untuk alam, setidaknya dengan sedikit mungkin melakukan kerusakan alam,” ujar Fadly.
Fadly memelihara ikan bawal, nila, dan gurami di kolam seluas 11 m x 1,2 m. di bagian belakang, ia mengolamkan udang di bak berukuran 1 m x 1, 5 m. di atas setiap kolam, pria setingi 175 cm itu menanam sayuran. “Saya menerapkan sistem akuaponik,” ujar Fadly.
Di atas kolam bawal, pria kelahiran 13 Juni 1975 itu menyulap bathtub bekas menjadi wadah tanam. Fadly menanam bayam, kangkung, tomat, dan cabai serta talas dan pepaya. Ia ingin membuktikan sistem akuaponik juga cocok dipakai untuk menanam tanaman buah. Disebut akuaponik lantaran sistem itu terdiri atas akuakultur alias budidaya ikan dan hidroponik. Praktikud hidroponik di Jakarta, Ir Yos Sutiyoso, menuturkan tanaman, ikan, dan bakteri menjadi unsur penting dalam sistem akuaponik karena keberadaan ketiganya melahirkan simbiosis mutualisme.
Ikan menyumbang hara berupa sisa pakan dan kotoran. Bakteri menyaring dan mengubah ammonia menjadi nitrat, zat yang berfungdi sebagai pupuk bagi tanaman. Tanaman juga tahu membalas memjasa dengan memasok oksigen yang diperlukan ikan. Air yang kaya oksigen itu secara otomatis akan mengalir lagi ke kolam dengan keadaan bersih. “Jadi, tidak repot mengganti air dalam kolam,” ujar Fadly.
Hasil panen sayuran dan ikan dikonsumsi seluruh anggota keluarga. Ia juga membagikan pada rekan dari bunia music. Fadly berharap, teman-temanny juga mau ikut menanam. Menurut Gusman, manajer Fadly, hobi Fadly bercocok tanam tergolong unik dikalangan artis. “Masak musikus lebih suka baca majalah Trubus dari pada majalah musik?” ujar Gusman. Meski begitu, Fadly bangga jadi petani. (Kartika Restu Susilo)

Sumber: Trubus 529-Desember 2013/XLIV


Nama        : Kesima Bening Pagi
NIM           : 13163
Kelompok  : VI
Golongan   : A3.2 (DPKP)

Refleksi Pengembangan Petani Indonesia

Oleh: RIZAL DZIKRI



Aliansi Petani Indonesia yang didirikan oleh organisasi petani tingkat kabupaten pada tahun 2001 dan merupakan perkumpulan yang berbentuk aliansi dimana salah satu agenda pokok dalam program utama organisasi adalah pengembangan pertanian yang ramah lingkungan. Meskipun disadari bahwa penerapan sistem pertanian berkelanjutan memiliki keberagaman metode pendekatan dikarenakan perbedaan topografi, budaya dan komoditas tanaman yang dikembangkan.

Sebagai contoh dalam perbedaan topografi, antara dataran tinggi lahan kering (up land) dan dataran rendah (low land) dengan irigasi tehnis persawahan atau dataran rendah lahan kering tadah hujan. Karakteristik alam tersebut mengisyaratkan adanya perbedaan dalam hal sistem budidaya tanaman yang dikembangkan dengan pilihan tanaman yang beraneka ragam (tumpangsari) dengan tujuan utamanya untuk memulihkan kondisi tanah secara fisik dan kimiawi.

Dengan memahami perbedaan karakteristik wilayah, identitas budaya dikalangan masyarakat petani dan pedesaan dan ketersediaan sumberdaya ditingkat lokal baik pengetahuan (indigenous knowledge) maupun keragaman sumberdaya hayati. Strategi pendekatan yang dikembangkan untuk mendukung pertanian yang berkelanjutan diantara anggota API adalah dengan kombinasi yang menggunakan praktek-praktek pertanian alami dengan pengetahuan baru namun mudah diaplikasikan.

Sebagai mata program dan lebih lanjut adalah agenda petani (khususnya anggota API) di masa depan bahwa pertanian alami yang dikembangkan lebih pada peningkatan kapasitas organisasi tani melalui pendidikan. Pendidikan yang dimaksudkan pada titik tekan  proses nalar pikir petani dengan metode pendekatan participatory action research, karena petani tidak memiliki kelembagaan formal seperti sekolah dengan gurunya. Selama ini, petani hanya memiliki fasilitator dari pemerintah dan lembaga NGO.

Proses pendidikan pertanian alami memberikan jaminan dan kepastian tentang apa yang dimaksud dengan partisipasi petani dalam bertani. Pengalaman menunjukkan bahwa praktek-praktek pertanian alami yang diselenggarakan di beberapa wilayah di Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulteng dimana proses penyebar luasan tehnologi bertani secara alami dan organik akan berhasil jika dimulai di tingkatan petani, sehingga pada gilirannya, model bertani secara alami memiliki artikulasi yang penting tentang apa yang dimaksud dengan media pendidikan horisontal, dimana dalam proses yang berlangsung memiliki perbedaan dengan model pertanian ala revolusi hijau dimana tenaga ahli yang didatangkan dari luar, baik tenaga ahli tehnis budidaya tanaman dan tenaga ahli tehnologi pertanian.

Alur pendidikan pertanian alami yang berbasis konteks sumberdaya lokal sebenarnya akan berkontribusi terhadap akses atau peluang yang luas bagi kelompok-kelompok petani untuk menjadi pintar dan cerdas. Sebagai rujukan,  pengalaman petani di lahan kering di Bali Barat, bagian selatan Jawa Timur, pertanian alami yang di praktekkan merupakan hasil kombinasi antara tehnologi pertanian yang terwariskan secara turun temurun dengan nalar yang selalu diperbaharui menurut konteksnya. Dan inilah yang dimaksud oleh Gunnar Rundgren bahwa akan terjadi revitalisasi nilai lama dan pembentukan nilai baru dalam masyarakat petani
.
Dalam proses pembelajaran tentang sistem pertanian alami, faktor penting yang perlu ditekankan bahwa muatan pertanian alami sesungguhnya mengandalkan pada sumberdaya lokal seperti penggunaan dan pemeliharaan bibit lokal, pemanfaatan limbah pertanian alami, kotoran ternak, maka nilai-nilai kearifan lokal (wisdom) terhadap pengelolaan dan penataan sumberdaya dengan sendirinya akan menjadi bahan dan sumber dialog ditingkatan petani (horisontal) dan sekaligus menjadi cara pandang dalam sistem pertanian secara alami. Dengan demikian, sekaligus untuk menjawab keikut sertaan dari apa yang dilakukan oleh pihak luar sebatas diperlukan jika petani hanya memerlukan jawaban atas masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan persoalan-persoalan praktis di lapangan dan peran dari pihak luar hanya untuk memfasilitasi dengan pihak lain.

Hubungan sosial dalam pertanian alami menekankan pada tanggung jawab sosial manusia terhadap alam dan menjamin keberlangsungan ekologi sehingga generasi mendatang dapat menikmati keberlanjutannya terhadap akses benih, air dan hak atas tanah yang subur. Dengan demikian,  proses pengembangan pertanian alami dalam konteks sosial mengarah kepada apa yang terjadi dalam perubahan sosial di pedesaan  dalam konsepsi budaya. Artinya bahwa introduksi pertanian alami ditingkat petani secara sosial mempengaruhi perubahan budaya yang ditandai dengan adanya perubahan terhadap nilai-nilai hidup komunitas (kosmologi dan antropo sentris).

Perubahan budaya seperti apa yang dijelaskan diatas untuk menjawab isu-isu mendasar di pedesaan, seperti demokratisasi, gender, relasi patron-client, ketimpangan kepemilikan dan penggunaan sumberdaya. (Franciscus Wahono).


Pertanian Alami  Menjawab Kerusakan Ekologi dan Kerentanan Pangan

Kegiatan pertanian alami sebagaimana  kegiatan pertanian pada umumnya adalah kegiatan dimana kegiatan produksi mulai penataan dan pengolahan lahan, penataan produksi dan memperbaiki saluran distribusi hingga pada konsumsi, bukan saja untuk memperbanyak makanan sampai berkelimpahan, tetapi yang lebih penting dalam kegiatan pertanian alami adalah faktor ketuhanan, manusia, alam, dan teknologi.

Pemahaman diatas, pada dasarnya terkandung suatu tujuan, yakni berupa kemakmuran masyarakat, dimana titik tekan pada kelangsungan hidup petani. Makna tersebut mengandung arti pentingnya kesadaran baru terhadap keberlangsungan dan kelestarian lingkungan hidup, yaitu kelestarian terhadap hidup petani, keturunannya, dan alam sekitarnya.

Aspek penting dalam kekuatan pertanian alami sebagaimana dijelaskan diatas, adalah kekuatan dalam hal mempengaruhi pola berfikir dan sikap hidup petani dalam hal memilih, mengalokasikan, dan mengelola sumberdaya untuk produksi,  distribusi dan konsumsi. Dimana keseluruhan proses tersebut sebagai dasar dalam  mempertimbangkan untuk keberlangsungan hidup masa kini dan yang akan datang.

Dalam pengambilan keputusan ditingkat rumah tangga petani dan kelompok-kelompok tani, salah satu aspek pertimbangan untuk menentukan dan memutuskan bagaimana memilih, mengelola dan mengalokasikan sumber daya, tidak lagi didasarkan pada segi-segi praktis berkenaan dengan tingkat harga dan kecukupan akan ketersediaan barang di pasaran, namun hal tersebut memperluas perspektif dan memiliki kekuatan untuk  memperpanjang daur energi. Dapat dipahami kemudian, kekhawatiran akan kelangkaan sumberdaya dengan sendirinya dapat diatasi dan terpenting bahwa petani tidak tercerabut  dari tradisi dan akar budayanya dalam kegiatan pertanian.

Sebagaimana pengalaman kelompok-kelompok tani di desa Kalibatur, Kab. Tulungagung, penanaman padi pandan wangi (salah satu jenis padi lokal unggul) pada musim tanam yang lalu di atas lahan seluas 750m², dengan menggunakan pupuk kompos, pencegahan hama dengan mikroba I sampai III, dengan benih sekitar 10 kg, menghasilkan gabah kering sebanyak  450 kg. Pengalaman pertanian dengan penggunaan asupan kimia sangat rendah ini ternyata sangat berbeda dibandingkan dengan pola pertanian yang menggunakan asupan luar seperti pupuk dan pestisida kimia. Dengan jumlah benih relatif sama hanya mampu berproduksi menghasilkan gabah kering 250 kg.

Disamping itu, gabah kering hasil panen yang diperoleh selanjutnya dibagi-bagi ke anggota organisasi tani maupun tetangga yang berminat dengan mekanisme apa yang disebut dengan tukar menukar benih (ijol). Maksudnya, jika gabah panen tersebut ditanam kembali, kelak pada saat panen mereka juga akan membagikan kepada tetangga sejumlah benih yang dipinjam pada saat tanam. Proses interaksi budaya pertanian seperti ini merupakan pengetahuan lokal yang dimiliki oleh petani meskipun usaha tersebut berhadapan dengan sikap hidup pragmatisme atau komersialisasi pedesaan dengan nilai-nilai hidup yang di ukur serba uang.

Proses tukar menukar benih  yang baik tersebut perlahan akan membentuk lumbung benih petani. Dari konsep itu akan teridentifikasi siapa saja yang  menyimpan benih tersebut, dan demikian seterusnya. Pada giliranya, ditingkat petani dan desa akan ada  jaminan akan ketersediaan benih yang beragam dan sesuai dengan tanahnya akan selalu menjadi bagian tanggung-jawab kolektif (komunitas), seperti halnya dalam penggunaan air.

Dengan demikian, sistem pertanian alami akan menghasilkan lumbung benih komunitas, dan berbeda dengan cara kerja Dolog karena bersifat material seperti adanya pergudangan yang membutuhkan lahan dan hal-hal administrasi lainya yang akan berdampak terhadap besaran biaya untuk mengoperasionalkan sementara itu tujuannya hanya menempatkan gabah panenan. Lumbung benih konsep petani dengan sistem pertanian alami, justru ditanam dan selanjutnya akan ditanam kembali. Hal ini sebenarnya adalah usaha bersama yang berwatak kolektif dan bersifat pengetahuan empiris dan kelak jika proses tersebut tidak mendapat gangguan yang cukup nyata dari luar, terjadi proses stabilisasi strain (varietas) yang cocok dengan kondisi tanah setempat.

Hal lain yang ingin diungkapkan, petani dan komunitas pedesaan lainnya turut memperoleh keuntungan ekologis karena akan dihasilkan varietas yang stabil produksinya, sekaligus memastikan bahwa varietas tersebut tidak akan hilang dan punah dikarenakan kerusakan fisik, kimia, perubahan cuaca, atau kerusakan lain karena penanganan yang tidak sesuai.
Sistem pertanian alami yang dikembangkan di tingkat petani dan komunitasnya dalam perspektif ekologi sosial mempunyai fungsi sosial yang lebih strategis dalam  hal membangun kerangka kerja yang mendukung proses bersama dalam memilih, mengalokasikan, dan mengelola sumberdayanya. Dengan demikian, kesanggupan dan ketrampilan cara pertanian alami terbentuk pola aling mendukung antar pelaku dikalangan masyarakat pedesaan dan pada tujuan akhirnya lingkungan hayati tempat semua proses berlangsung menjamin keberlangsungan produksi, ketersediaan produksi dan sumber energi yang terbarukan sekaligus menjamin akses konsumsi pangan yang bermutu dan sehat.

( Dinarasikan dari FGD dan wawancara mendalam di beberapa tempat di anggota API yang menerapkan sistem pertanian alami model Natural Farming di wilayah Malang Selatan (Kopi), Jombang dan Tulungagung (Padi) dan Bali Barat (Buleleng dan Jembrana) dan  Sumbawa Besar)


Nama              : RIZAL DZIKRI
NIM                  : 13267
Kelompok       : VI
Golongan        : A3.2 (DPKP) 


Teknologi Bioflok Hemat Pakan Ikan

Oleh: Ernesia Sekarlangit Wirabuana



Negara Indonesia  merupakan negara maritim yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah untuk dapat dimanfaatkan. Daerah Sulawesi yang termasuk daerah budidaya perikanan yang memiliki tambak yang terbentang luas mulai dari bagian bawah sampai bagian atas Makassar, tambak terbentang sejauh mata memandang.

Namun berbagai penyakit dan tingginya harga pakan ikan membuat produksi ikan semakin hari semakin menurun.  Ditambah lagi sudah 2 dekade terakhir perikan tangkap mengalami stagnasi atau bahkan mengalami penurunan disebabkanover fishing.

Muh. Junda, Dosen Biologi FMIPA UNM mencoba menerapkan inovasi yang terbaru pada aqua culture (budidaya perikanan) dengan menerapkan teknologi bioflok. Teknologi bioflok adalah teknologi yang memanfaatkan hasil metabolisme ikan atau udang yang mengandung nitrogen untuk diubah menjadi protein yang dapat dimanfaatkan oleh ikan atau udang, sehingga ikan atau udang tersebut memperoleh protein tambahan dari bioflok disamping pakan yang diberikan.

“Saya melihat banyak sumber daya alam di bumi ini yang dapat dimanfaatkan dan setiap makhluk hidup yang ada di bumi ini saling terikat dan bermanfaat untuk makluk hidup itu sendiri,” jelas Junda.

Teknologi bioflock yang diterapkan oleh Junda bahan utamanya sudah ada di alam yang terbentuk secara alamiah yaitu bakteri dan alga. Alat bantu yang digunakan dalam proses bioflock juga terbuat dari bahan yang mudah dan murah di dapat serta dapat dirakit sendiri.

Teknologi bioflock ini berbeda dengan budidaya perikanan secara konvensional yang melakukan pergantian air. Proses pergantian air merupakan cara yang malah memperburuk keadaan karena air yang dibuang merupakan limbah dan akan tercemar di area tambak yang lain. Pada tahapbioflock ini tidak ada proses pergantian air yang dilakukan, tapi hanya dilakukan penambahan air. Jadi, yang berperan untuk menghilangkan ammonia di dalam air adalah mikroba.

Bioflock ini bekerja dengan saling ketergantungan organisme bakteri dengan alga dan lingkungannya. Bakteri dan alga ini sudah terbentuk secara alami. Bakteri yang berperan dalam teknologi bioflock ini adalah bakteri heterotroph yang merupakan bakteri yang dapat mengkonversi NH3 menjadi biomassa bakteri dengan cepat.  NH3 ini merupakan toksin, namun jika dipandang NH3 memberikan energi pada bakteri untuk proses hidupnya.

Kemudian bakteri yang bergabung dengan alga dapat menyaring air dari ammonia yang merupakan toksin bagi ikan, dan juga membentuk agregat yang dapat menjadi pakan alami pada ikan. Alga memberikan senyawa-senyawa yang dibutuhkan bagi bakteri, dan bakteri merombak senyawa-senyawa yang dibutuhkan. Bakteri dan alga ini sudah terbentuk secara alami dan akan berkembang.
Selanjutnya, kunci utama sehingga pada teknologi bioflock ini tidak dilakukan proses pergantian air yaitu pembuatan kincir air. Dengan pemanfaatan kincir air berfungsi untuk proses masukan oksigen di dalam air agar tetap berjalan normal, karena bakteri yang sebagai peranan penting dalambioflock ini sangat membutuhkan oksigen. Jumlah kincir yang digunakan pada tambak bergantung pada berapa banyak kepadatan ikan atau udang yang ada.

Setiap satu kincir berkemanpuan memberikan bantuan oksingen untuk sekitar 600 kg ikan atau udang. Di samping itu, setiap harinya ikan atau udang tetap diberikan pakan buatan selama empat kali dengan jumlah hanya sekitar 5-10%. Pakan yang diberikan merupakan  pakan yang rendah protein karena hasil teknologi bioflok ini sudah menghasilkan pakan alami dengan protein yang tinggi.

Menurut Junda, Teknologi Bioflock ini ramah lingkungan karena pencemaran air dapat ditekan, kemudian pemberian pakan buatan yang harganya mahal diminimalisir karena telah terbuntuk pakan secara alami. Teknologi bioflock ini telah diterapkan Junda dan keluarganya pada tambak udangnya di Sigeri, Kabupaten Pangkep. Pakan alami dari Bioflock ini telah memberikan keuntungan yang besar .

Bioflock dapat mempercepat proses panen antara selisih 1 bulan sampai 2 bulan (72- 80 hari) sementara budidaya konvensional dapat mencapai 4 bulan, dan hasil produktifitas yang dihasilkan jauh berbeda” terang Junda.

Pada bioflock itu sendiri menggunakan tiga aspek yaitu Biologi dengan adanya bakteri, Kimia dengan pemberian kapur, dan Fisika dengan pemasangan kincir air.

“Padahal pada aspek bioflock yang saya terapkan saat ini belum maksimal, karena tidak ada pemberian kapur namun masih aspek biologi dan fisika hasilnya sudah sangat memuaskan,” papar dosen Biologi ini. Akhirnya, Alumnus S1 UNHAS ini berharap agar orang-orang dapat melihat peluang yang bermanfaat dari kekayaan alam sekitar

http://budidaya-ikan.com/teknologi-bioflok-hemat-pakan-ikan/


Nama          : Ernesia Sekarlangit WIrabuana
NIM           : 13378
Kelompok   : VI
Golongan     : A3.2